MENJADI BAHAGIA?

KTQS # 1537

🌼 MENJADI BAHAGIA? 🍃

Kita harus sadar bahwa tidaklah mungkin semua manusia sepakat dalam penilaian mereka tentang kita.

Ada yang memandang kita sebagai orang baik dan ada pula yang memandang kita tidak baik.

Ada yang melihat kita sebagai orang yang bermanfaat dan ada pula yang memandang kita sebagai makhluk yang tak bermanfaat.

Kalau kita “bertuhankan” penilaian manusia maka kita akan selalu gelisah, baper, nggak pe-de.

Maka cukup yakini bahwa hanya Allah-lah yang tahu ‘bagaimana kita sesungguhnya’.

Jadikanlah penilaian Allah sebagai rujukan hidup kita.

“Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia, dan pekerjaan yang paling dicintai Allah adalah menggembirakan seorang muslim, atau menjauhkan kesusahan darinya…”

(HR. Thabrani di dalam al-Mu’jam al-Kabir, no. 13646).

Menjadi bahagia adalah mudah, dengan membahagiakan orang lain maka kita akan bahagia.

Ada seorang sahabat yang menemui Nabi saw, sahabat ini mengeluhkan kekerasan dan kekakuan di dalam hatinya, ia tidak merasakan kebahagiaan.

Maka Nabi saw bersabda, “Jika engkau ingin agar hatimu menjadi lunak, maka berilah makan orang miskin dan usaplah kepala anak yatim.”

(HR. Ahmad no. 7576 dan 9018)

Lalu apa hubungannya kebahagiaan dengan memberi makan orang yang miskin? Apa hubungannya kebahagiaan dengan mengusap kepala anak yatim? Apa hubungan hal ini dengan kelembutan hati dan kebahagiaan?

Ingatlah, di dalam agama kita ada sebuah prinsip : “Balasan itu sesuai dengan amalan.” Jika seorang hamba berusaha menyenangkan hati orang lain, memikirkan kesulitan yang dihadapi orang lain, maka Allah juga akan menyenangkan hatinya.

Sering kita dapati ada orang yang berletih-letih, berpayah-payah hanya untuk memikirkan & membantu orang lain padahal dia tidak mendapatkan apa-apa sepeserpun.

Dia bahagia karena bisa membahagiakan orang lain.

Barakallah fiikum.

Salam !

🌸🍃🌸🍃🌸🍃🌸🍃🌸🍃

Leave a comment